PADANG, (GemaMedianet.com) I Maek sebagai negeri 1000 menhir sudah lama didengar masyarakat dunia. Sayang sebagai bagian dari peradaban kuno, hingga kini masih memiliki keterbatasan data terkait apa dan bagaimana Maek di masa lalu.
Kendati telah ada penelitian pada tahun 1985, namun hingga kini belum ada titik terang sekaitan pusat peradaban kuno di Maek yang masuk ke dalam wilayah Kabupaten 50 Kota tersebut.
Hal itu disampaikan Ketua DPRD Provinsi Sumatera Barat (Sumbar) Supardi, SH saat membuka secara resmi Sosialisasi Festival Maek yang diikuti para pemimpin redaksi dan jurnalis media cetak, online dan elektronik di ruang khusus I gedung DPRD Sumbar, Selasa (10/7/2024).
Lebih lanjut dikatakannya, upaya mengungkap peradaban kuno di Maek itu memang memiliki rentang waktu yang cukup panjang. Seiring waktu pada tahun 2010 setelah dilantik menjadi anggota DPRD Sumbar pihaknya pernah mengganggarkan kegiatan-kegiatan fisik di Maek seperti pembuatan pagar, jalan, perbaikan menhir, musholla, dan sebagainya.
"Harapannya, tentu agar situs Maek itu bisa menjadi kajian bagi pakar-pakar, terutama arkeolog," imbuhnya.
Namun seiring waktu sepertinya Maek itu tidak menjadi hal yang menarik untuk dilirik bagi beberapa pihak. Namun hal itu tak membuat dirinya patah arang, maka tahun 2022 lalu pihaknya kembali merespon situs Maek. Berlanjut ke 2023, bersama kurator dan Tim Unand mengunjungi UGM terkait hasil penelitian berdasarkan eskavasi tahun 1985 silam di Maek. Begitu pula ke Brin, sebuah lembaga penelitian internasional.
Menurutnya, jika hasil penelitian keluar, dirinya meyakini hal itu akan menjadi bom waktu bagi peradaban dunia dimana arkeolog akan menata kembali pondasi sejarah darimana peradaban dunia itu dimulai.
"Kita menyadari arti sebuah budaya yang mahal dan harus diperjuangkan. Jika tidak sekarang, kapan lagi. Dan di penghujung masa jabatan sebagai ketua DPRD Sumbar, Festival Maek ini kita persembahkan. Kita menilai Maek tidak saja dipandang sebagai sebuah penonjolan pariwisata khusus, namun juga adalah kekayaan budaya yang sarat dengan peradaban kuno dan dipenuhi dengan misteri, termasuk tambo," tuturnya.
Supardi sangat berkeinginan, Pariwisata Sumbar tidak hanya menonjolkan keindahan alam semata, karena banyak daerah atau negeri lain memiliki keindahan alam yang lebih baik. Oleh karena itu penting juga dilaksanakan adalah penonjolan kekayaan budaya seperti yang dilakukan di Yogyakarta dan Bali.
Nah, lewat Festival Maek yang acara puncaknya pada 17-21 Juli 2024 di Maek, untuk menginisiasi dengan harapan bisa menarik perhatian arkeolog, peneliti, dan seniman dari berbagai penjuru dunia datang ke Maek.
"Kami yakin Maek akan menjadi salah peradaban dunia yang penting. Apalagi di sana kita bisa menyaksikan jejak peradaban 4000 tahun yang lalu. Salah satu temuan yang menarik adalah adanya pelabuhan kuno di Maek," tukas Supardi.
Ragam Festival Maek
Sebelumnya, Kepala Dinas Kebudayaan Sumbar Dr Jefrinal Arifin menyampaikan, terlaksananya Festival Maek ini berasal dari pokok-pokok pikiran anggota DPRD Sumbar sekaligus Ketua DPRD Sumbar Supardi,SH.
"Kita mengucapkan terimakasih kepada bapak Ketua DPRD Sumbar yang telah menganggarkan dana melalui Pokir untuk Festival Maek yang ditempatkan di Dinas Kebudayaan Provinsi Sumatera Barat tahun 2024. Lebih kurang dianggarkan melalui Pokir Rp3,8 Miliar. Kami apresiasi perhatian ketua DPRD untuk Festival Maek ini," ujarnya.
Dijelaskan, proses kegiatan sudah berjalan beberapa bulan diantaranya Workshop Kekaryaan pada 8-10 Mei di Nagari Maek. Agenda ini dalam rangka membentuk sebuah karya kolaborasi yang akan ditampilkan pada penutupan kegiatan, dengan pesertanya melibatkan anak-anak Maek di bawah bimbingan Direktur Festival Doni Eros Jambak.
Kemudian, Residensi Seniman pada 11-30 Juni di Nagari Maek. Kegiatan ini untuk melihat atau merespon Maek dengan cara yang lebih kreatif, sebagaimana Festival Maek yang membuka dua ruang, yaitu ruang pembacaan kritis dan kreatif. Empat orang seniman hadir yakni, orang Luhak Limapuluh dan putra dari Maek itu sendiri. Diantaranya Iyut Fitra, Zulfan Habib, Didi Arianto dan Satria Putra.
"Mereka akan meresidensi selama 20 hari di Maek, dan hasil residensinya nanti akan menghasilkan dua buah buku yang akan didistribusikan saat festival nanti," cakapnya.
Kemudian, program pra festival lainnya, ada lomba penulisan feature, untuk menambah khazanah penulisan tentang Sejarah Maek yang lebih popular. Kegiatan ini terbuka untuk jurnalis dan penulis lepas, lomba ini dalam poses pelaksanaan.
Berikutnya, Pameran pada 14-16 Juli di Gedung Gambir Kota Payakumbuh, dan Diskusi pada 14-16 Juli di Aula Kantor Walikota dan Agamjua Art and Cafe Culture.
Puncak acara festival akan berlangsung pada 17-20 Juli di Nagari Maek, dengan pertunjukan dan diskusi. Untuk diskusi akan menghadirkan pemateri internasional dari Jerman, Mesir dan Indonesia sendiri.
Sementara acara pasca festival, akan digelar pada 24 Agustus di Agamjua Art and Cafe Culture.
"Dengan rangkaian acara yang begitu beragam, diharapkan Festival Maek tidak hanya dapat mengangkat potensi wisata budaya Nagari Maek, tetapi juga menggali lebih dalam sejarah dan peradaban masa lalu yang tersimpan di sana," ujarnya.
(mz)
0 comments:
Post a Comment