16 Juni 2022

Telaah Implementasi, Pansus Cipta Kerja DPD RI Rapat Dengar Pendapat Dengan Pakar Hukum



JAKARTA, (GemaMedianet.com) | Panitia Khusus (Pansus) Cipta Kerja Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (DPD RI) kembali menggelar Rapat Dengar Pendapat (RDP) terkait Judicial Review atas Undang Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (UU Cipta Kerja). 

Kali ini RDP bersama dua pakar hukum, masing-masing Dosen Sekolah TinggiDe Hukum Indonesia Jentera, Bivitri Susanti dan Pakar Hukum Agraria, Aarce Tehupeiory, di Gedung DPD RI, Jakarta, Selasa (14/6/2022).

Salah satu poin penting pembahasan, adalah menyangkut Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menyebutkan, adanya penangguhan segala tindakan atau kebijakan bersifat strategis dan berdampak luas.

Ketua Pansus Cipta Kerja DPD RI, Alirman Sori mengatakan, pihaknya melakukan penelaahan implementasi terhadap ketentuan yang mengatur bidang pertanahan.

Hal tersebut tercantum dalam BAB VIII Pengadaan Tanah yang di dalamnya mengubah beberapa Undang Undang (UU).

"Ada dua UU yang berubah yaitu UU Nomor 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum, dan UU Nomor 41 Tahun 2009 tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan," ucapnya saat RDP tersebut.

Senator asal Sumatera Barat (Sumbar) tersebut menambahkan, selain mengubah beberapa ketentuan pasal, UU Cipta Kerja juga mengamanatkan kepada Pemerintah Pusat untuk membentuk bank tanah.

"Persoalan ini menjadi menarik, mengingat konflik agraria dan pertanahan yang kerap terjadi di Indonesia," ujarnya.

Sedangkan, Anggota Pansus Cipta Kerja DPD RI, Novita Anakotta mengakui, UU Cipta Kerja ini telah menimbulkan konflik agraria.

Untuk itu, ia mempertanyakan apakah UU ini dari sisi ketatanegaraan bisa membawa angin segar.

"UU ini telah menimbulkan konflik agraria, di sisi lain kita tidak tahu nantinya UU ini akan membawa angin segar, baik itu pembangunan atau investor," jelasnya.

Sementara, keterangan Dosen Sekolah Tinggi Hukum Indonesia Jentera, Bivitri Susanti menjelaskan, UU ini secara formil inkonstitusional.

Oleh karena itu putusan ini patut diapresiasi, tapi ada masalah mendasar sebab MK memisahkan antara proses dengan hasil.

"Putusan MK ini pada dasarnya mengatakan, UU Cipta Kerja inkonstitusional bersyarat, selama jeda waktu dua tahun ini harus dipandang tidak bisa diberlakukan alias membeku. Seharusnya, di tingkat daerah juga tidak ada peraturan yang baru," tegasnya.

Bivitri menambahkan, Peraturan Pemerintah (PP) yang sudah ada memang tidak otomatis batal seperti dikatakan dalam butir ke-4 Amar Putusan MK.

Putusan yang sama menyatakan, tidak boleh ada tindakan atau kebijakan yang bersifat strategis dan berdampak luas.

"Penerapan 45 PP dan lima Perpres yang sudah ada itu pasti akan menimbulkan dampak luas, dalam arti berdampak pada warga, bukan hanya pebisnis," cetusnya.

Di kesempatan lain, Pakar Hukum Agraria Aarce Tehupeiory menjelaskan, putusan MK ini berdampak negatif bagi masyarakat hukum adat, khususnya para petani yang bergantung pada menggarap lahan saja.

#Editor : Uki Ratlon   I   Rel

0 comments:

Posting Komentar

PRAKIRAAN CUACA

eqmap

SOLOK SELATAN

Iklan

POLDA SUMBAR

iklan

TwitterFacebookGoogle PlusInstagramRSS FeedEmail

Statistic Views

Iklan KPU Pesisir Selatan

iklan

Terkini

Iklan

FACEBOOK - TWEETER

Iklan

BUMN

Iklan

REMAJA DAN PRESTASI

Iklan

iklan

Arsip Blog