PADANG, (GemaMedianet.com) | Potensi laut mendadak jadi perhatian serius Dewan Pimpinan Wilayah (DPW) Perkumpulan Perusahaan-perusahaan Media Online Indonesia (MOI) Provinsi Sumatera Barat (Sumbar).
Hal itu diungkapkan saat menyerahkan Surat Keputusan (SK) Dewan Pembina kepada Fauzi Bahar Letkol Laut (Purn) Dr. H. Fauzi Bahar M.Si di rumah kediamannya, Puri Sari, Kelurahan Gunung Pangilun, Kota Padang, Sabtu (8/1/2022).
Di kesempatan itu, Ketua DPW MOI Sumbar Anul Zufri SH MH, Sekretaris Marzuki R HTB, SH, Ketua DPC MOI Kota Padang Jovi Syamsu dan beberapa orang pengurus DPW MOI Sumbar lainnya, tampak serius memperbincangkan potensi laut yang dimiliki daerah ini.
Seperti diketahui, Provinsi Sumatera Barat (Sumbar) memiliki luas perairan teritorial 37.363,75 km persegi dan panjang garis pantai 1.973,25 Km.
Ketika Sekretaris DPW MOI Marzuki R Hutabarat mengulik apa sikap Fauzi Bahar selaku mantan perwira angkatan laut melihat fakta, bahwa potensi wilayah laut di Sumbar belum tergarap maksimal, “naluri” Fauzi Bahar pun langsung “bereaksi”.
Melalui argumentasi dengan data-data yang dia kuasai, Fauzi mengakui bahwa potensi laut Sumbar yang terletak pada garis 00 54' Lintang Utara sampai dengan 30 30' Lintang Selatan serta 980 36' sampai dengan 1010 53' Bujur Timur dengan total luas wilayah sekitar 42.297,30 Km2 atau 4.229.730 Ha termasuk ± 391 pulau besar dan kecil di sekitarnya belum tergarap maksimal hingga ini hari.
Kalau pun sudah tergarap sebahagian, kata dia menambahkan, itu pun baru hanya sebatas penggarapan wisata bahari seperti di Kawasan Mandeh, Kabupaten Pesisir Selatan, kegiatan wisata bahari di Pulau Sironjong, Pulau Pagang, Pulau Pasumpahan dan Pulau Sikuai di Kota Padang dan lainnya.
“Bagaimana dengan potensi sumber daya ikan laut yang cukup banyak di perairan kita ini ? Saya rasa belum tergarap maksimal dan mampu memberi kesejahteraan bagi masyarakat, terutama untuk nelayan itu sendiri,” jelas Fauzi Bahar.
Dari data yang dimiliki, Sumbar sebenarnya memiliki komoditas unggulan perikanan laut diantaranya kelompok Ikan Pelagis kecil yaitu Tetengkek, Daun bambu/Talang-talang, Cendro, Teri, Bentong, Selar hijau, Selar kuning dan Kembung. Kemudian kelompok Ikan Pelagis kecil yaitu Cucut Selendang (BSH), Tongkol krai (FRI), Cucut Koboi (OCS), Tenggiri papan (GUT), Cucut botol (PSK), Setuhuk hitam (BLM), Ikan Layaran (SFA) dan Cucut tikus/ Cucut monyet (THR).
Selain itu Sumbar juga memiliki potensi kelompok ikan demersal yaitu ikan Senuk, Peperek, Layur, Biji nangka, Ikan Nomei/Lomei, Kapas-kapas, Jenaha, Ikan Gaji dan Kuwe. Kemudian Kelompok ikan karang yaitu Kerapu balong, Kerapu karang, Ekor kuning/Pisangpisang dan Ikan napoleon dan banyak lainnya.
Semua potensi tersembunyi itu diakui Fauzi Bahar seakan “tersia-siakan” begitu saja, karena para nelayan hanyak berkutat menangkap ikan hanya sekedar untuk “mencari makan”. Sebab kata dia, sebagian besar nelayan di Sumbar pergi ke laut hanya menggunakan perahu motor tempel dalam masa durasi satu atau dua hari.
Bila dilihat dari teknologi yang digunakan kata Fauzi Bahar, rata-rata bersifat tradisional dan berskala kecil dengan rata-rata awak kapal kurang dari 5 orang, baik yang menggunakan kapal motor, perahu motor tempel maupun perahu tanpa motor, dengan menggunakan modal sendiri.
Sementara dari sisi produksi kata Fauzi Bahar menambahkan, hampir semua para nelayan di Sumbar menjual ikan hasil tangkapannya dalam bentuk hidup dan ikan segar.
“Sangat sedikit sekali jumlah nelayan yang melakukan pengolahan terhadap produksi perikanan laut hasil tangkapannya tersebut,” katanya.
Fakta yang terjadi di Sumbar ini kata Fauzi Bahar menegaskan, jauh berbeda dengan para nelayan Jepang yang rata-rata sudah menggunakan teknologi modern. Sehingga, perbedaan tersebut membuat hasil tangkapan ikan juga tidak sama, terutama dalam segi jumlah. “Jadi tak mengherankan bila para nelayan di Jepang kaya-kaya,” katanya.
Para nelayan modern di Jepang kata dia menambahkan, banyak didukung oleh berbagai peralatan yang canggih, seperti Global Positioning System (GPS), satelit oceanografi, sonar, net recorder, dan echo sounder. Sehingga tak mengherankan hasil tangkapan yang mereka peroleh pun cukup banyak.
Dengan dilengkapi GPS itu kata Fauzi Bahar, kapal nelayan itu akan langsung mengarah menuju tempat yang dihuni banyak ikan. Agar memperoleh data yang pasti, umumnya digunakan pula satelit oceanografi yang memberikan gambaran tentang suhu air laut. Kondisi air laut yang hangat lebih banyak dihuni oleh ikan dan plankton.
Dikatakan, alat bantu lainnya yang dipasang di bawah perahu atau kapal adalah sonar, sensor ini berfungsi untuk melepaskan gelombang suara. Bila bertabrakan dengan objek tertentu, gelombang suara akan terpantul kembali ke perahu. Data ini digambarkan menggunakan warna, sehingga dapat memastikan daerah mana yang mempunyai ikan lebih banyak.
Selain itu, perahu nelayan di Jepang juga dilengkapi alat bernama echo sounder dan net recorder. Keduanya bekerja untuk menggambarkan kontur dasar laut serta memastikan kedalamannya.
“Dengan demikian, proses berlayar dapat diperhitungkan dengan baik dan jumlah ikan jauh lebih banyak dibandingkan metode tradisional. Ke depan saya punya mimpi nelayan di Sumbar bisa seperti ini,” kata Fauzi Bahar. (Febriansyah Fahlevi)
0 comments:
Posting Komentar