TAPTENG, (GemaMedianet.com) — Jago-jago adalah sebuah kampung kecil yang masuk Kecamatan Badiri di Kabupaten Tapanuli Tengah, Provinsi Sumatera Utara (Sumut).
Jalan menuju ke sana itu tidaklah terlalu mulus, dan harus pula menyeberangi jembatan gantung pada sebuah muara yang lebarnya kurang lebih 80 meter. Atau menaiki perahu mencapai Kampung Jago-jago tersebut.
Beberapa waktu dahulu, nama Kampung Jago-jago ini sangat terkenal sampai ke penjuru Nusantara karena deposit kandungan alamnya luar biasa, dan diburu dimana-mana yakni Batu Akik.
Tetapi walaupun tanpa Batu Akik tersebut, sebenarnya Jago-jago sangat menawan dan sesuai dengan nasib batu alam yang dikandungnya yang belum digosok. Maka Jago-jago belum muncul jadi tujuan wisata di Tapanuli Tengah (Tapteng).
Jaraknya tidak lebih 15 km dari Pandan Ibukota Tapteng, atau 15 menit dari Bandara Pinangsori, dikitari Teluk Tapian Nauli yang mempesona. Jago-jago betul-betul menampilkan nuansa alami Pesisir yang di daerah lain sebagian sudah menghilang.
Lanskap laut biru dengan pulau-pulau kebiru-biruan, adalah panorama yang bakal tidak terlupakan. Sementara di pantainya para ibu-ibu pencari lokan dan kerang membuat nuansa lain dan menambah indahnya pemandangan. Saat mereka ke luar air, kadang membuat riak ombak kecil ke bibir pantai.
Beringsut-ingsut agak di tengah kita akan menyaksikan nelayan penangguk Udang Rebon (Udang Baring bahasa setempat) menyisir pantai. Tak peduli sinar mentari terik, yang membuat air laut beriap-riap silau.
Inilah kampung indah yang masyarakatnya bersandar pada kehidupan laut. Tak adanya daratan selain rawa dan Pohon Bakau, membuat kaum ibulah yang banyak terlihat sehari-hari.
Sementara di sisi lain, Sungai Lumut yang bermuara di sini menjadi hiburan lain anak-anak setiap hari. Mereka dengan gesit mandi berkejaran di airnya yang jernih, tak takut dalamnya air hingga sampai ke bawah jembatan gantung.
Ke hulu sungai hamparan pohon bakau menghijau bersama pohon nipah, membuat sungai menyempit dan menjadi surganya burung serta satwa air. Kadang terlihat ada biawak serta burung punai yang terbang berkelompok antara satu dahan ke dahan lain.
Kita bisa menuju Jagojago ini lewat jalan darat tepatnya dari Desa Lopian, dengan menyusuri jalan desa yang belum diaspal serta perkebunan sawit rakyat sepanjang 5 km. Sebaiknya jangan saat musim hujan ke sini sebab banyak titik jalan seperti kubangan, membuat motor sulit memilih jalan.
Alternatif lainnya memakai boat sewa yang banyak di Pantai Pandan. Perjalanan laut mengitari Kalangan, Hajoran, Muara Nibung hingga Jago-jago sungguh mengasikkan.
Perkampungan Khas Pesisir dengan rumah kayu beratap Daun Rumbia yang kini mulai berganti seng. Rumah tersebut tanpa pagar, sehingga satu sama lain bebas berinteraksi tanpa sekat.
Bangunan yang terbesar adalah sebuah mesjid yang mempunyai menara agak tinggi berwarna hijau, inilah bangunan yang mempersatukan warga, mereka berkumpul dan membicarakan persoalan kampung di sini.
Walaupun memang ada warung nasi di tepi jembatan, disarankan bagi yang berombongan membawa santapan sendiri, karena menu yang tersedia biasanya tidak terlalu banyak dan takut tidak kebagian.
Sebaiknya tiba di sini agak siang dan pulang sebelum sore, karena tidak ada penginapan. Walaupun perjalanan kita singkat, tapi percayalah anda akan puas dan ingin kembali lagi.
Jago-jago memang jago.(Syafriwal El Pasisi)
0 comments:
Post a Comment