PADANG, (GemaMedianet.com) — Sistim penerimaan peserta didik baru (PPDB) yang dikenalkan pemerintah pada tahun ajaran baru ini mengundang protes keras dari ratusan para orangtua dan wali murid saat mendatangi SMPN 10 Padang, Sabtu (11/7/2020) pagi.
Pasalnya, akibat penerapan peraturan baru dalam PPDB itu membuat ratusan anak akhirnya gagal masuk sekolah negeri.
Sistem PPBB baru yang dicanangkan pemerintah dinilai menyulitkan para orangtua murid memasukkan anaknya ke sekolah negeri, seperti di SMPN 10 Padang yang berada di kawasan Pasar Ambacang Kecamatan Kuranji ini.
Tidak sedikit masyarakat kelas menengah ke bawah yang mengaku sangat keberatan dengan pelaksanaan sistim zonasi dalam PPDB tahun ajaran 2020/2021, khususnya di lingkungan Kota Padang, umumnya Provinsi Sumatera Barat saat ini.
Rusli, Pembina Ikatan Pemuda - Pemudi Koto Tingga Sekitarnya (IPPKS) mengatakan, warga yang datang ke SMPN 10 Padang adalah mayoritas bapak dan Ibu-ibu dari anaknya yang gagal masuk ke sekolah tersebut.
Ia menyebutkan, aksi protes warga sekitarnya dipicu lantaran mereka tak terima anaknya tidak lolos dalam PPDB di SMPN 10 Padang yang wilayahnya meliputi 5 Kampung yakni Bandar Puding, Simpang Koto Tingga, Koto Tingga Dalam, Kampung Periuk, dan Tarok.
Hingga akhirnya ratusan orangtua dan wali murid menggeruduk di SMPN 10 Padang pada hari Sabtu pagi.
"Mereka menunggu hasil pertemuan antara masyarakat dan Dinas Pendidikan Padang, serta menyampaikan aspirasi mengenai PPDB. Rupanya ada beberapa wali murid yang hadir, anaknya juga tak lolos dalam PPDB di SMPN 10 Padang," jelasnya.
"Mereka menunggu hasil pertemuan antara masyarakat dan Dinas Pendidikan Padang, serta menyampaikan aspirasi mengenai PPDB. Rupanya ada beberapa wali murid yang hadir, anaknya juga tak lolos dalam PPDB di SMPN 10 Padang," jelasnya.
Orangtua yang mayoritas "emak-emak" (para ibu) tersebut juga mendesak Dewi Anggraini, M.Pd sebagai Kepala SMPN 10 Padang untuk memberikan jawaban atas protes masyarakat sekitar SMPN 10 Padang.
Salah satu wali murid adalah Nofrida (43 tahun). Dia protes karena tak bisa anaknya masuk sekolah negeri. Padahal, dia tidak mampu jika menyekolahkan anaknya di sekolah swasta.
"Mana sanggup bayar sekolah swasta. Kondisi sekarang sudah sulit dan untuk makan saja sudah susah, mana ada bayar uang sekolah swasta," kata Nofrida.
Berlakunya PPDB dengan sistim zonasi yang menyulitkan itu rupanya berdampak pada psikis sang anak. Weldawati mencurahkan isi hatinya terkait persoalan PPDB sistem zonasi.
Sambil menangis, Weldawati menuturkan, anaknya depresi lantaran terdampak PPDB dengan sistim zonasi.
"Saya dibikin pusing, kadang (anak saya) tertawa sendiri, tidak mau makan," ujarnya.
Terkait hal itu, Evi Yandri Rajo Budiman salah seorang tokoh masyarakat Pauh IX Kuranji mengatakan, jika memang benar terjadi protes masyarakat di SMPN 10 Padang, maka itu tidak dinamakan demo, karena masyarakat yang datang beramai- ramai ke sekolah untuk memperjuangkan anaknya supaya bisa masuk sekolah negeri.
Selain itu, sebutnya, perlu PPDB dievaluasi sesuai dengan Permendikbud Nomor 44 Tahun 2019 tersebut punya kelemahan, bahkan Permendikbud mengatur hingga zonasi dan usia. Sementara hasil temuan sistim zonasi di lapangan, bahwa keberadaan sekolah negeri tidak merata sesuai dengan domisili penduduk.
"Seperti di wilayah Koto Tingga ini banyak anak-anak yang domisilinya disini, dan ini perlu solusi dari pemerintah daerah, baik itu Kota Padang maupun Pemerintah Provinsi Sumatera Barat," ujarnya.
Evi Yandri Rajo Budiman berharap, semua persoalan PPDB ini cepat selesai, dan tidak satu anak pun yang tidak sekolah.
"Tentu, sesuai dengan kondisi para wali murid berharap anaknya bisa sekolah di SMPN 10 Padang. Apalagi, sebagian orangtua dan wali murid yang datang ke sini patut dipertimbangkan, terutama secara ekonomi," tukas anggota DPRD Provinsi Sumatera Barat asal daerah pemilihan (Dapil) Kota Padang ini. (UK1/Dedi Prima)
0 comments:
Posting Komentar