PADANG, (GemaMedianet.com) — Aksi penutupan sekolah di Kota Padang kembali terjadi. Penutupan itu dipicu penerapan sistim zonasi pada Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) Provinsi Sumatera Barat Tahun pelajaran 2020/2021 yang dinilai masyarakat tidak berkerdipan dan sarat kecurangan.
Walhasil, sebanyak tiga sekolah yang berada di lokasi berbeda di Kecamatan Kuranji, SMA Negeri 5 Padang, SMA Negeri 16 Padang dan SMP Negeri 10 Padang terpaksa ditutup para orangtua calon siswa baru dengan cara digembok, Kamis (16/7/2020).
SMAN 5 yang berada di Balai Baru dan SMAN 16 di Bukit Napa merupakan kewenangan pemerintah provinsi (pemprov) Sumbar, sedangkan SMPN 10 di Pasar Ambacang adalah kewenangan pemerintah kota (pemko) Padang.
Dihadapan Wakil Ketua Komisi I DPRD Provinsi Sumatera Barat, Eviyandri Rajo Budiman, puluhan orangtua calon siswa baru tersebut mengungkapkan keluh-kesah mereka terhadap PPDB 2020 yang tidak berkeadilan dan sarat kecurangan.
Baca Juga : Ratusan Gagal Masuk Sekolah Negeri, Protes Orangtua di SMPN 10 Padang Bikin Merinding
"Terbukti, anak-anak kami tak bisa bersekolah di negeri, karena dihadang sistim zonasi yang tak berkeadilan, dan diperparah lagi dengan penilaian umur. Anak dengan nilai yang mendukung, dieliminasi dengan faktor umur. Sementara anak dengan nilai rendah diterima, juga karena faktor umur lebih tua," ujar puluhan orangtua tersebut bertubi-tubi.
"Terbukti, anak-anak kami tak bisa bersekolah di negeri, karena dihadang sistim zonasi yang tak berkeadilan, dan diperparah lagi dengan penilaian umur. Anak dengan nilai yang mendukung, dieliminasi dengan faktor umur. Sementara anak dengan nilai rendah diterima, juga karena faktor umur lebih tua," ujar puluhan orangtua tersebut bertubi-tubi.
Menanggapi keluh-kesah itu, Eviyandri Rajo Budiman, Anggota DPRD Sumbar asal daerah pemilihan (Dapil) Kota Padang ini mengatakan, apa yang terjadi hari ini merupakan dampak dari Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) Nomor 44 Tahun 2019, dimana ada sistim zonasi dan untuk SMP tambahan umur.
Ia menuturkan, di SMAN 5 Padang yang di-cover sistim zonasi adalah 1,08 km. Akibatnya, masyarakat yang berada di kawasan Gunung Sarik, Sungai Sapih, Lolo, Kampung Tanjung tidak terakomodir oleh sistim zonasi. Hal yang sama juga terjadi di SMAN 16 Padang.
Kondisi itu, menurut Eviyandri, tentu memunculkan permasalahan, sehingga harus ada solusi dari pemerintah daerah. Dalam hal ini kebijakan teknis ada pada dinas pendidikan (Disdik), baik provinsi maupun kota.
Hanya saja, sesal politisi Partai Gerindra ini, ketika masyarakat sudah resah, sudah melakukan aksi, sudah menutup sekolah, seharusnya Kepala Disdik atau pendelegasian dari Kepala Disdik sudah ada yang turun ke lapangan. Sayangnya, hal itu tidak terjadi seperti yang diharapkan masyarakat.
"Ketika kami turun ke lapangan, tidak satu pun ada perwakilan dari Disdik, kecuali pengawas dari provinsi. Sementara pengawas itu sendiri tidak dapat memberikan keputusan atau kebijakan," tukasnya.
Masyarakat, sebut Eviyandri, tentu butuh keputusan atau solusi, tetapi yang dikedepankan hanya Permendikbud 44 semata. Padahal, Permendikbud itu sendiri diketahui banyak kelemahan, yakni banyak warga yang tidak bisa bersekolah ke negeri.
"Apa masyarakat yang tidak masuk zonasi seperti di kawasan Gunung Sarik, Sungai Sapih, Lolo, Kampung Tanjung itu tidak perlu sekolah,? cecar Eviyandri.
Kondisi yang sama, juga terjadi di kawasan lainnya. Ia mencontohkan masyarakat di kawasan Ketapiang dan Andalas, dimana zonasinya ke SMAN 9 jauh dan ke SMAN 3 juga jauh. Apa karena itu mereka tidak perlu sekolah. Tentu, hal seperti itu perlu kebijakan khusus dari kepala daerah, gubernur dalam hal ini kebijakan teknis Disdik Sumbar dan Disdik Padang.
"Ini menghadapi masyarakat saja tidak mampu, tidak sanggup, tidak turun ke lapangan," ujar Eviyandri kesal.
Untuk itu Eviyandri menghimbau, jika Kepala Disdik tidak mampu, tidak sanggup dengan kursi dan jabatan yang ia pegang, sebaiknya mundur saja.
"Tidak bisa memberikan solusi, ya silahkan kepala Disdik mundur. Gubernur silahkan copot kepala Disdik seperti itu," tegasnya.
Eviyandri juga membeberkan hasil temuan DPRD di lapangan, seperti indikasi kecurangan diantaranya pemalsuan data berdasarkan surat keterangan domisili yang di keluarkan oleh pihak berwenang.
"Perilaku seperti ini selain pembohongan publik, juga sangat merugikan bagi warga yang benar-benar tinggal dekat ke sekolah. Mereka akhirnya terancam tak bersekolah alias mengganggur," tegas Evi Yandri.
Selain itu, tambahnya lagi, ada beberapa catatan DPRD dari mulai persoalan sosialisasi, server serta verifikasi, dan lain sebagainya. (UK1)
0 comments:
Posting Komentar