SIJUNJUNG, (GemaMedianet.com) — Ribuan massa dari kelompok masyarakat Kecamatan Koto VII, Aliansi cucu kemenakan Salingka Nagari Kecamatan Gadang, Kamang Baru dan Lubuk Tarok, Kabupaten Sijunjung, menggelar aksi demonstrasi di depan gedung DPRD Sijunjung, Selasa (18/2/2020).
Mereka menuntut dan mendesak otoritas terkait dalam hal ini Pemerintah Kabupaten Sijunjung untuk memberikan izin kepada warga melakukan aktivitas penambangan emas dan usaha kayu.
Alasannya, selama ini sebagian besar masyarakat setempat menggantungkan hidup dari aktivitas tambang emas dan usaha kayu. Izin tersebut diminta oleh warga hingga hari raya Idul Fitri tahun ini. Usai lebaran, masyarakat pun berjanji akan beralih ke lahan pertanian dan peternakan ikan untuk memenuhi kebutuhan ekonomi.
Melihat ada aksi demonstran tersebut, Wakil Gubernur Sumatera Barat, Nasrul Abit yang tengah menghadiri rapat Paripurna HUT ke 71 Kabupaten Sijunjung, mengambil inisiatif untuk bertemu dan berdiskusi dengan perwakilan massa aksi.
Baca Juga : Aliansi Niniak Mamak Sijunjung Datangi DPRD Sumbar Pertanyakan Kedudukan Hukum Hak Hutan Ulayat
Perlu diketahui, terkait penambangan juga menjadi wewenang Pemerintah Provinsi. Sedangkan perizinan usaha penebangan kayu, merupakan kewenangan pemerintah pusat. Pemerintah Provinsi melalui Satpol PP juga telah melakukan pengawasan terhadap tambang - tambang ilegal
Perlu diketahui, terkait penambangan juga menjadi wewenang Pemerintah Provinsi. Sedangkan perizinan usaha penebangan kayu, merupakan kewenangan pemerintah pusat. Pemerintah Provinsi melalui Satpol PP juga telah melakukan pengawasan terhadap tambang - tambang ilegal
Selain menampung aspirasi, pertemuan itu dilakukan Nasrul Abit untuk mencari solusi atas apa yang menjadi poin utama tuntutan massa aksi. Mereka menyatakan, sebelumnya telah menyampaikan aspirasi tersebut ke pemerintah Sijunjung.
"Kami menambang emas di sawah yang kami warisi secara turun-temurun. Dan itu tidak merusak dari kegunaan sawah yang diwarisi itu. Bahkan sawah itu setelah kami tambang dan kami timbun dengan humus, malah semakin baik," kata Kadrimol Datuk Sapuarati, salah seorang perwakilan masyarakat dari Kecamatan Koto Kecil.
Menurut Kadrimol, selain melanjutkan penambangan emas, masyarakat sama sekali tidak ada pekerjaan lain sekarang. Pasalnya, untuk menggarap lahan persawahan belum memungkinkan karena sudah berlobang. Sementara untuk beralih ke peternakan ikan, belum punya modal.
"Yang pertama, ini merupakan hak turun-temurun yang diwarisi secara adat istiadat. Kami minta kepada bapak di Sumbar ini,karena kita memiliki tatanan tersendiri, sebagai mana tercetus dalam pepatah adat, aia nan satitiak, tanah nan sabingkah, rumpuik nan sahalai lah bapunyo di ranah Minang," ungkapnya
Kadrimol juga katakan, seharusnya dalam undang-undang itu ada pengecualian, karena sepengetahuan kami untuk mendapatkan izin pertambangan rakyat ini harus ada wilayah izin pertambangan atau WPR. Di situ, harus ada tanah yang terukur, depositnya terukur.
Sementara, masyarakat menambang di sawah miliknya yang tidak mempunyai batangan-batangan emas. Masyarakat mengistilahkannya "emas yang berserakan". Yakni dengan memanfaatkan yang ada di pinggir aliran sungai dan bukit-bukit kebun karet.
"Jadi, tujuan kami ke sini pak, agar kami dicarikan solusi sehingga kami bisa bekerja. Paling lama pak kami sampai lebaran. Setelah itu nanti akan kembali kami tutup dan akan kami sosialisasikan kepada anak kemenakan kami agar mencari usaha lain," ujarnya.
"Jadi, tujuan kami ke sini pak, agar kami dicarikan solusi sehingga kami bisa bekerja. Paling lama pak kami sampai lebaran. Setelah itu nanti akan kembali kami tutup dan akan kami sosialisasikan kepada anak kemenakan kami agar mencari usaha lain," ujarnya.
Pun dengan Lonizet, perwakilan massa aksi yang bergerak di bidang usaha kayu. Dirinya mewakili masyarakat satu profesi meminta pemerintah mempercepat perizinan dan pembuatan perda tentang tanah ulayat serta hutan adat.
"Yang kami minta kepada pemerintah daerah, bisa mempercepat pengurusan IPKL kami. Khusus untuk bapak wakil Gubernur, kalau memang kayu ini ditutup, kami tolong minta solusi untuk biaya makan dan pendidikan anak-anak kami secara kongkrit. Untuk diketahui, sejak tiga bulan belakangan ini, anak cucu kami yang bergerak dari kayu mulai dari orang kayu hingga orang mobil dan tukang angkut dengan kerbau tidak ada penghasilan. Jadi biaya kebutuhan sama mungkin dengan anak-anak bapak. Anak kami juga membutuhkan biaya, jadi kami mohon kepada bapak untuk mencarikan solusi tentang perkayuan," katanya.
Menanggapi itu, Nasrul Abit menyampaikan kepada perwakilan massa aksi, pihaknya menampung aspirasi tersebut.
Nasrul Abit juga menjelaskan tentang aturan dan kondisi lingkungan akibat penambangan dan penebangan illegal.
Namun untuk proses perizinan dan usaha, perekonomian warga, tentu juga menjadi bagian dari tanggung jawab pemerintah.
"Hari ini kita terima aspirasi masyarakat. Saya laporkan ke Gubernur. Kita bicarakan dengan Forkompimda, Kapolda, Kajati dan Danrem serta OPD terkait lainnya untuk mengambil kebijakan yang tepat dan baik atau solusi yang dapat menyelesaikan masalah ini,” jelas Nasrul Abit.
Atas desakan masyarakat agar segera ada solusi cepat, Nasrul Abit, memperkirakan tanggal 29 Februari sudah ada keputusan terhadap permasalahan tersebut.
“Karena ini menyangkut dengan izin. Tentu ada aturannya," ujar Nasrul Abit.
Permasalahan tambang rakyat kata Nasrul Abit, tentu berkaitan dengan regulasi pengurusan izin Lokasi Pertambangan Rakyat yang dibuat oleh pemerintah pusat.
"Yang jelas, aspirasi sudah saya terima. Nanti kita usahakan yang terbaik. Tidak ada yang menyulitkan perizinan. Apabila dokumennya sudah lengkap sesuai prosedur. Maka izin akan keluar. Gratis, tidak ada bayaran," tutup Nasrul Abit. (rel/pna)
0 comments:
Posting Komentar