KAB.SOLOK, (GemaMedianet.com) — Konsep orang Minangkabau tentang kepemimpinan, yaitu berangkat dari salah satu falsafah adat Minang yang dituangkan dalam pepatah atau peribahasa, ”Pemimpin itu ditinggikan seranting, didahulukan selangkah” (Seorang pemimpin didahulukan selangkah dan ditinggikan seranting).
Menurut Datuak Hendri Mansyah, tokoh agama asal Suliak Aia, X Koto Diateh menyebutkan, pemimpin akan ditinggikan seranting dan didahulukan selangkah bila dia mempunyai kualifikasi sebagai pemimpin, punya visi yang jelas, punya kompetensi memimpin dan yang terpenting dapat dimintakan akuntabilitasnya.
Dalam hal memilih Pemimpin Kabupaten Solok 2021 – 2026, Datuak Hendri mengajak agar masyarakat lebih cermat memahami tentang sosok kepemimpinan yang sebenarnya.
Alhamdulillah, kata Datuak, masyarakat di daerah penghasil Beras terbanyak Provinsi Sumatera Barat ini sangat beruntung memiliki para kandidat calon pemimpin Kab. Solok mendatang, yang kesemuanya sama-sama berkeinginan memajukan daerah.
Terlepas dari kandidat calon pemimpin Kab. Solok tersebut, tukas Datuak. Jika kita dalami lebih jauh lagi menyoal “Pemimpin ditinggikan seranting, didahulukan selangkah” adalah bagian dari adab atau tatakrama orang Minang yang dirangkum dalam empat panduan dan disebut dengan “Jalan Nan Ampek”. Yakni jalan “Mandaki” (mendaki), “Manurun” (menurun), “Malereng” (miring) dan “Mandata” (mendatar).
Menyoal pengetahuan tentang adab ini, Buya H. Mahyuzil Rahmat S,Ag telah banyak melahirkan generasi penerus Minang yang handal dan “Tau di Nan Ampek” terutama di Kabupaten Solok ini, kata Datuak.
"Beliau tiada berhenti mengajarkan adab- adab itu kepada generasi yang memiliki jiwa memimpin," sebut Datuak Hendri Mansyah.
Adat Minang tidak bisa dilepaskan dengan ajaran Islam. Falsafah menyebutkan “Adat Basandi Syarak”, yakni adat bersendikan syari’at (Islam). Maka konteks tahu di “Nan Ampek” juga dibingkai dengan syari’at Islam.
Nah, menyoal konteks tau di Nan Ampek, Lulusan Universitas IAIN Batusangkar ini telah sangat lama menanamkan keilmuan adab tersebut ke masyarakat, utamanya kepada generasi penerus. Masyarakat juga sudah tahu, bahwa jauh sebelum Buya Mahyuzil diminta ummat (masyarakat) untuk maju di Pilkada 2020, mendamping Birokrat Muda Hendra Saputra SH, M.Si. Beliau (Mahyuzil) telah berbuat dan memiliki prestasi akan adab itu.
Menurutnya, Buya Mahyuzil adalah sosok sederhana yang membawa ketenangan dan kesejukan bagi banyak generasi di negeri kami. Ungkapan ini bukanlah suatu yang berlebihan, namun memang begitulah yang dirasakan banyak masyarakat, sebut Datuak menuturkan argumennya yang terdengar menarik.
"Disamping beliau adalah sosok sederhana, Buya Mahyuzil disebut banyak masyarakat sebagai Pejuang Generasi "Tahu di Nan Ampek", tukasnya.
Terlebih lagi, menyoal kriteria pemimpin dalam adat Minang, telah melekat kental dalam diri Buya Mahyuzil, papar Datuak menyudahi komentarnya.
Sementara, H.Mahyuzil Rahmat, S.Ag dalam wawancara singkatnya memaparkan, pemimpin tidak boleh jauh dari orang yang dipimpinnya. Senantiasa harus dekat dan mengerti setiap keluhan masyarakatnya, supaya didapatkan solusi terhadap berbagai permasalahan.
Selain dekat, tutur Buya Mahyuzil, pemimpin dalam kebijakannya merupakan bagian dari melayani.
Menyoal adab Tau di Nan Ampek, terang Mahyuzil. Kita musti mampu mendiskripsikan bahwa kemajuan suatu daerah ditupang oleh kekuatan karakter dan akhlak generasi. "Maka dari itu, kita harus menanamkan dan menjalankan adab tau di Nan Ampek," pungkas bakal calon (balon) Wakil Bupati Solok ini, menuturkan.
Seperti diketahui, tangan lembut seorang Ulama atau Buya dalam mengarahkan generasi penerus menjadi generasi yang cerdas dan ber-akhlak sehingga tau di Nan Ampek “Sangatlah Penting”. Sebab, wajib hukumnya bagi kita untuk menciptakan generasi yang ber-iman. Jadi, adalah PAS, figur seorang Buya merupakan pilihan tepat dalam memimpin sebuah negeri.(RED).
0 comments:
Posting Komentar