JAKARTA, (GemaMedianet.com) — Stunting masih menjadi masalah gizi utama bagi bayi dan anak di bawah usia lima tahun di Indonesia. Kondisi tersebut harus segera dientaskan, karena akan menghambat momentum generasi emas Indonesia 2045.
Peneliti Utama dari South East Asia Ministers of Education Organization Regional Center for Food and Nutrition (SEAMEO Recfon), Umi Fahmida, mengatakan, akar persoalan stunting bisa dilihat dari tiga hal. Pertama, stunting karena asupan gizi anak jelek atau kurang. Kedua, dipengaruhi oleh seringnya anak sakit sehingga penyerapan zat gizi tidak optimal. Ketiga, adalah pengaruh pola pengasuhan keluarga.
"Oleh karena itu, faktor keluarga berpengaruh cukup besar. Namun, ada faktor-faktor lain di tingkat komunitas antara lain seperti akses pelayanan kesehatan, kondisi lingkungan dan ketersediaan pangan," jelas Umi di sela acara Pendidikan Gizi dan Generasi Emas Indonesia 2024, di Kampus Universitas Indonesia (UI) Salemba, Jakarta, Jumat (25/5/2019).
"Oleh karena itu, faktor keluarga berpengaruh cukup besar. Namun, ada faktor-faktor lain di tingkat komunitas antara lain seperti akses pelayanan kesehatan, kondisi lingkungan dan ketersediaan pangan," jelas Umi di sela acara Pendidikan Gizi dan Generasi Emas Indonesia 2024, di Kampus Universitas Indonesia (UI) Salemba, Jakarta, Jumat (25/5/2019).
Umi juga menyampaikan, kemungkinan anak dari keluarga perokok mengalami stunting lebih besar dibandingkan keluarga tanpa perokok. Hal tersebut sesuai dengan hasil analisis data dari Indonesian Family Life Survey (IFLS) 2018, dimana belanja rokok di Indonesia menjadi pengeluaran terbesar ketiga dalam rumah tangga dengan 12,4 persen dari pengeluaran rumah tangga. Hal tersebut setara dengan jumlah uang yang dikeluarkan untuk membeli sayur-mayur sebanyak 8,1 persen serta telur dan susu 4,3 persen.
"Bayangkan, kalau yang 12, 4 persen itu disisihkan, akan sangat berkontribusi untuk keragaman pangan yang bermanfaat bagi peningkatan gizi anak. Uang itu bisa dibelikan sesuatu yang berguna, mungkin dibelikan telur, ikan sayur dan buah," terang Umi seperti dilansir Beritasatu.com.
Lebih lanjut Umi mengatakan, SEAMEO Recfon dengan The Union-Bloomberg sedang melakukan studi untuk menilai potensi peningkatan pajak dan cukai rokok dan pemanfaatannya untuk program gizi terkait stunting di Indonesia.
"Sebagai organisasi bidang pangan dan gizi yang bekerja sama dengan menteri-menteri pendidikan se-Asia kami terus berkontribusi dalam program-program pengentasan stunting ini," kata Umi.
Sementara, Manajer riset dan konsultasi SEAMEO Recfon, Grace Wangge, mengatakan, dalam jangka panjang, stunting tidak hanya mengakibatkan masalah pada masa depan balita sendiri.
"Pasalnya, stunting akan menjadi masalah trans-generasi, dimana ibu yang pendek cenderung akan mempunyai anak yang mengalami stunting," papar Grace.
Ditambahkan Grace, di usia produktifnya kelak, balita stunting akan mempunyai daya saing yang lebih rendah dibandingkan sumber daya manusia (SDM) negara lain. Untuk mengatasi masalah stunting, pendidikan gizi kepada publik menjadi sangat penting untuk dilakukan.
"Wajib dipahami, untuk mencegah stunting sejak dini tentunya diperlukan support system, termasuk lewat pendidikan anak usia dini (PAUD) dan sekolah," tegas Grace.
(Maria Fatima Bona/FER)
0 comments:
Posting Komentar