Syafrudin |
"Saat ini kami mencatat ada sekitar 1.600 orang tenaga honorer (kontrak) belum memperoleh anggaran untuk iuran BPJS Kesehatan dari Pemkab Pasaman," terang Kepala BPJS Kesehatan Pasaman, Syafrudin kepada awak media, Selasa (30/4/2019).
Syafrudin menjelaskan, dalam Perpres Nomor 82 tahun 2018 seluruh pegawai pemerintah non ASN (honorer) harus didaftarkan ke BPJS Kesehatan dengan biaya yang bersumber dari APBD.
"Rincian biaya BPJS Kesehatan untuk pegawai pemerintah non ASN yaitu 2 persen dari gaji Upah Minimum Provinsi (UMP) dan 3 persen dari APBD setempat untuk menanggung lima orang anggota keluarga (suami, istri dan tiga orang anak) dengan kategori kelas II. Dengan kondisi ini rata-rata tenaga hononer tersebut terpaksa menggunakan BPJS Kesehatan secara mandiri, kemudian PBI (Jamkesda dan APBN)," kata Syafrudin.
Pihaknya sudah sering melakukan komunikasi, koordinasi bahkan rapat dengan pemkab setempat untuk mengatasi masalah tersebut. Namun tak kunjung ditindaklanjuti dengan alasan keterbatasan anggaran APBD setempat.
"Hingga saat ini, baru tenaga honorer DPRD Pasaman yang menganggarkan iuran BPJS Kesehatan tersebut dan instansi vertikal seperti Kemenag, KPU, KPPN, Pajak, Pertahahan, PN, PA, dan Kejaksaan juga sudah didaftarkan," tambahnya.
Sementara untuk perusahaan, saat ini baru 25 perusahaan dari 230 terdata di DPMPTSP yang mendaftarkan karyawannya untuk iuran BPJS Kesehatan.
"Perusahaan yang mendaftarkan karyawannya diantaranya BUMN, BUMD, Yappas, dan sejumlah UMKM. Sedangkan 205 perusahaan lagi belum termasuk PT. Subur dan PT. Aceh yang juga merupakan perusahaan kontruksi terbesar di Pasaman," ungkapnya.
Dia berharap kepada pemkab setempat dan pimpinan perusahaan di daerah itu untuk membayarkan hak buruh tersebut sesuai ketentuan atau regulasi UU yang ada.
"Sebab di dalam PP Nomor 86 Tahun 2012 sangat jelas tentang sanksi, jika hak karyawan tidak dibayarkan pemberi kerja bisa didenda bahkan Pidana," tukasnya. (Noel)
0 comments:
Posting Komentar