PADANG, (GemaMedianet.com) — Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Sumatera Barat melalui Komisi IV menggelar hearing (dengar pendapat) terkait Rencana Zonasi Kawasan Danau Maninjau dengan masyarakat Salingka Danau Maninjau di Ruang Khusus Gedung DPRD Sumbar, Selasa (19/2/2019).
Hearing yang dipimpin Ketua Komisi IV DPRD Sumatera Barat, Suwirpen Suib tersebut merupakan rangkaian lanjutan pembahasan dari Rancangan Peraturan Daerah (Ranperda) tentang Rencana Tata Ruang Kawasan Danau Maninjau.
Selain dihadiri anggota Komisi IV DPRD Sumatera Barat, hearing juga diikuti para Wali Nagari Salingka Danau Maninjau, Camat Tanjung Sani, tokoh masyarakat setempat, Yayasan Cendekia dan Bamus Perantau Salingka Danau Maninjau, Kepala Dinas PUPR Sumbar Fathol Bahri dan Kepala Bidang Tata Ruang PUPR Nanang, Perwakilan Dinas Kelautan dan Perikanan Sumbar, serta undangan lainnya.
Di sesi masukan dan saran, Badan Musyawarah (Bamus) Perantau Salingka Danau Maninjau, Warmek didampingi Syahrul Bakhtiar memberikan apresiasi atas semangat pemerintah dalam melahirkan peraturan terkait rencana zonasi kawasan Danau Maninjau dengan Ranperda tentang Rencana Tata Ruang Kawasan Danau Maninjau.
Apalagi menurut uraian dari Dinas PUPR Sumbar, sebutnya, bahwa kerusakan lingkungan Danau Maninjau sudah berlangsung cukup lama. Di sisi lain, Pemerintah Kabupaten Agam selama ini terbentur dengan aturan formal, sehingga belum bisa mengambil kebijakan pengelolaan jika Perda Zonasi-nya tidak ada.
"Alhamdulillah, Ranperda yang akan mengatur zonasi Kawasan muncul, karena itu kita sangat mengapresiasi semangat perda ini," ungkapnya.
Meski demikian, lanjut Warmek, semangat ranperda ini masih normatif. "Artinya masih biasa-biasa saja. Dimana-mana Perda zonasi ya seperti itu, tatarannya normatif. Contohnya upaya pemulihan, atau penanggulangan bencana, pelestarian ekosistem Danau Maninjau tidak terlalu tampak porsinya dalam ranperda," ulasnya.
Oleh karena itu masyarakat berharap, semangat perda tidak hanya normatif saja tetapi juga semangat perda plus, yakni upaya penanggulangan bencana.
"Semestinya ada muatan urusan penanggulangan atau kelestarian lingkungan Danau Maninjau," ulangnya.
Menurutnya, bagaimana mungkin pariwisata bisa berjalan dengan lebih baik, jika danau sendiri masih bau?".
Oleh karena itu, masyarakat berharap fungsi Perda diberatkan konteksnya kepada upaya pelestarian Danau Maninjau.
Kemudian, perlu adanya klausul tentang Keramba Jala Apung (KJA), Rekomendasi seperti pengerukan lumpur danau, serta meningkatkan peranan masyarakat di kawasan tersebut.
"Jika boleh di dalam Perda dibuatkan lebih peranan masyarakat untuk menyukseskan penanggulangan dan pelestarian lingkungan Danau Maninjau," tukasnya.
Dan terakhir, hal terpenting lainnya yakni menjadikan kawasan Danau Maninjau sebagai kawasan lindung.
Syahrul Bakhtiar di kesempatan yang sama menyoroti Pasal 29, dan Pasal 33 - 35. Menurutnya, pada pasal-pasal tersebut tiada memuat adanya sanksi.
Selain itu, data jumlah KJA masih menggunakan data lama tahun 2011 jumlahnya 7 ribuan, sedangkan data terakhir sudah menyisakan 4 ribuan KJA.
Dan terakhir, Ranperda tidak memuat politik anggarannya bagaimana? "Padahal ini penting untuk memastikan berjalannya upaya-upaya penanggulangan dan pelestarian lingkungan Danau Maninjau," tukasnya.
Masukan dan saran dari Bamus ini merupakan tanggapan atas paparan Kepala Bidang Tata Ruang Dinas PUPR Sumbar, Nanang, sebelumnya terkait tata ruang strategis kawasan Danau Maninjau. (ki)
Di sesi masukan dan saran, Badan Musyawarah (Bamus) Perantau Salingka Danau Maninjau, Warmek didampingi Syahrul Bakhtiar memberikan apresiasi atas semangat pemerintah dalam melahirkan peraturan terkait rencana zonasi kawasan Danau Maninjau dengan Ranperda tentang Rencana Tata Ruang Kawasan Danau Maninjau.
Apalagi menurut uraian dari Dinas PUPR Sumbar, sebutnya, bahwa kerusakan lingkungan Danau Maninjau sudah berlangsung cukup lama. Di sisi lain, Pemerintah Kabupaten Agam selama ini terbentur dengan aturan formal, sehingga belum bisa mengambil kebijakan pengelolaan jika Perda Zonasi-nya tidak ada.
"Alhamdulillah, Ranperda yang akan mengatur zonasi Kawasan muncul, karena itu kita sangat mengapresiasi semangat perda ini," ungkapnya.
Meski demikian, lanjut Warmek, semangat ranperda ini masih normatif. "Artinya masih biasa-biasa saja. Dimana-mana Perda zonasi ya seperti itu, tatarannya normatif. Contohnya upaya pemulihan, atau penanggulangan bencana, pelestarian ekosistem Danau Maninjau tidak terlalu tampak porsinya dalam ranperda," ulasnya.
Oleh karena itu masyarakat berharap, semangat perda tidak hanya normatif saja tetapi juga semangat perda plus, yakni upaya penanggulangan bencana.
"Semestinya ada muatan urusan penanggulangan atau kelestarian lingkungan Danau Maninjau," ulangnya.
Menurutnya, bagaimana mungkin pariwisata bisa berjalan dengan lebih baik, jika danau sendiri masih bau?".
Oleh karena itu, masyarakat berharap fungsi Perda diberatkan konteksnya kepada upaya pelestarian Danau Maninjau.
Kemudian, perlu adanya klausul tentang Keramba Jala Apung (KJA), Rekomendasi seperti pengerukan lumpur danau, serta meningkatkan peranan masyarakat di kawasan tersebut.
"Jika boleh di dalam Perda dibuatkan lebih peranan masyarakat untuk menyukseskan penanggulangan dan pelestarian lingkungan Danau Maninjau," tukasnya.
Dan terakhir, hal terpenting lainnya yakni menjadikan kawasan Danau Maninjau sebagai kawasan lindung.
Syahrul Bakhtiar di kesempatan yang sama menyoroti Pasal 29, dan Pasal 33 - 35. Menurutnya, pada pasal-pasal tersebut tiada memuat adanya sanksi.
Selain itu, data jumlah KJA masih menggunakan data lama tahun 2011 jumlahnya 7 ribuan, sedangkan data terakhir sudah menyisakan 4 ribuan KJA.
Dan terakhir, Ranperda tidak memuat politik anggarannya bagaimana? "Padahal ini penting untuk memastikan berjalannya upaya-upaya penanggulangan dan pelestarian lingkungan Danau Maninjau," tukasnya.
Masukan dan saran dari Bamus ini merupakan tanggapan atas paparan Kepala Bidang Tata Ruang Dinas PUPR Sumbar, Nanang, sebelumnya terkait tata ruang strategis kawasan Danau Maninjau. (ki)
0 comments:
Posting Komentar