JAKARTA, (GemaMedianet.com)
— Jenis
orangutan baru dengan nama ilmiah Pongo Tapanuliensis atau Orangutan Tapanuli dinobatkan
sebagai spesies orangutan ketiga, setelah Pongo Pygmaeus (Orangutan kalimantan)
dan Pongo Abelii (Orangutan sumatera).
Berawal
dari kerjasama antara Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK),
Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Institut Pertanian Bogor (IPB),
Universitas Nasional (UNAS), dengan Yayasan Ekosistem Lestari - Program
Konservasi Orangutan Sumatra (YEL-SOCP), dan berbagai Universitas lain di
mancanegara, sejumlah tim peneliti yang bergerak di bidang genomik-genetika
konservasi, morfologi, ekologi, serta perilaku primata menyimpulkan, bahwa
populasi Orangutan Sumatera yang terletak di habitat terisolir yaitu Ekosistem
Batang Toru, di ketiga Kabupaten Tapanuli, Sumatera Utara, sebagai spesies baru
dari kelompok genus orangutan.
Hari
ini hasil penelitian ini dilaporkan di dalam salah satu jurnal internasional
terkemuka, Current Biology, dimana
kategori jenis orangutan baru dengan nama ilmiah Pongo tapanuliensis atau
orangutan tapanuli dinobatkan sebagai spesies orangutan ketiga, setelah Pongo
pygmaeus (orangutan kalimantan) dan Pongo abelii (orangutan sumatera).
Bukti
pertama yang mengukuhkan Orangutan Tapanuli sebagai kategori spesies baru
terlihat dengan terpaparnya perbedaan genetik yang sangat besar di antara
ketiga jenis orangutan (melebihi perbedaan genetik antara gorila dataran tinggi
dan rendah maupun antara simpanse dan bonobo di Afrika). Orangutan tapanuli
diduga merupakan keturunan langsung dari nenek moyang orangutan yang bermigrasi
dari Dataran Asia pada masa Pleistosen (+ 3.4 juta tahun silam).
Perbedaan
morfologi lain terlihat dari ukuran tengkorak dan tulang rahang lebih kecil
dibandingkan dengan kedua spesies lainnya, serta rambut di seluruh tubuh
orangutan tapanuli yang lebih tebal dan keriting. Pengukuran tengkorak dan
tulang rahang ini dilakukan oleh peneliti Anton Nurcahyo, MSi sebagai bagian
dari studi doktoralnya yang sedang ia selesaikan di Australian National
University (ANU) bersama dengan pakar taksonomi primata Prof. Dr. Colin Groves.
“Kami sangat terkejut sekaligus senang ketika menemukan ukuran tengkorak yang
sangat berbeda secara karakteristik dibandingkan dengan spesies lainnya”,
tambah Anton.
Berdasarkan
studi perilaku dan ekologi, orangutan tapanuli juga diketahui memiliki jenis
panggilan jarak jauh/ long call (cara jantan menyebarkan informasi) yang berbeda serta jenis pakan unik dari
jenis buah-buahan yang hanya ditemukan di Ekosistem Batang Toru.
Peninjauan
terakhir terhadap jumlah populasi orangutan tapanuli dilaporkan pada tahun
2016, di mana hanya tersisa tidak lebih dari 800 individu hidup yang tersebar
di tiga populasi terfragmentasi di Ekosistem Batang Toru. “Terdapat tekanan
antropogenik yang kuat terhadap keberadaan populasi orangutan tapanuli karena
konversi hutan dan perkembangan lainnya,” ujar Dr. Puji Rianti, salah satu
peneliti dari Institut Pertanian Bogor (IPB) yang mempelajari genetika konservasi
dari spesies orangutan di Sumatera.
Dr.
Rianti menambahkan, bahwa tindakan mendesak diperlukan untuk meninjau ulang
usulan-usulan pengembangan daerah di wilayah ini, sehingga ekosistem alami
tetap terjaga demi keberlangsungan hidup orangutan tapanuli di masa depan. “Saat
ini kawasan Ekosistem Batang Toru merupakan habitat terakhir bagi orangutan
Tapanuli dengan jumlah individu terpadat,” ujarnya.
Oleh
karena itu, sebagian kawasan ekosistem Batang Toru telah ditetapkan oleh
Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) melalui Nomor : SK.637/MenLHK-Setjen/2015, tanggal 14 Desember
2015, menjadi KPH Lindung atau KPHL XXIV, KPHL XXV, dan KPHL XXVII, dipayungi
oleh KPHL XI pada tahun 2015.
Pengelolaan KPHL-KPHL tersebut perlu memprioritaskan upaya-upaya
perlindungan bagi spesies orangutan jenis baru. “Pemerintah Indonesia sangat
gembira dan bangga terhadap penemuan ini,” ujar Menteri LHK. Dr. Ir. Siti
Nurbaya Bakar, M.Sc seperti dilansir kemenpar.go.id, Jum'at (3/11/2017).
Ia
juga berpendapat, bahwa penemuan ini semakin menunjukkan betapa kayanya wilayah
Indonesia dengan keanekaragaman hayati yang masih relatif sedikit diketahui. “Kami
sangat bertekad untuk menjaga keberlangsungan hidup spesies kera besar ini,
bekerjasama dengan pemerintah provinsi, kabupaten, para peneliti, LSM, sivitas
akademika, aktivis lingkungan, masyarakat dan para pihak lainnya. Kami
menyadari bahwa Indonesia semakin memainkan peranan kunci dalam konservasi
kehidupan global seluruh kera besar di dunia,” tukasnya. (em/hms/lhk)
0 comments:
Posting Komentar