Direktur Sejarah, Triana Wulandari saat
pembukaan Ekspedisi Jalur Rempah 2017 di Aula BNPB, Kota Ambon, Provinsi Maluku
(Ist)
|
AMBON, (GemaMedianet.com)
— Sejak
awal abad pertama Masehi, kepulauan nusantara dikenal karena rempah, khususnya
Maluku sebagai tempat berburunya pedagang-pedagang dari Asia Timur (China),
Asia Selatan (India), dan Asia Barat (Arab, Persia).
“Rempah
telah menjadi komoditas bernilai ekonomi tinggi, yaitu Cengkeh, Pala, Bunga
Fuli (Pala), Kayu Cendana, Lada, Gaharu, Kapur Barus, serta rempah lainnya,”
ujar Direktur Sejarah, Triana Wulandari saat pembukaan Ekspedisi Jalur Rempah
2017 di Aula BNPB, Kota Ambon, Provinsi Maluku, Senin (9/10/2017).
Maluku,
kata Triana, bagi masyarakat dunia sudah tidak asing, sebab Maluku sangat
identik dengan "Pulau Rempah,”. Bahkan, suatu masa pernah menjadi
"Pulau Surga" yang diberkati Tuhan, sehingga siapa yang bisa
mencapainya akan mendapatkan kemakmuran.
“Itu
sebuah episode sejarah yang mendorong bangsa Eropa pada abad pertengahan
mencari sumber rempah yang selama berabad-abad disembunyikan oleh bangsa-bangsa
Arab dan Persia,” katanya.
Kendati
sepanjang abad pertengahan Venesia (Italia), menjadi bandar penting pemasok Pala,
Cengkeh, Lada, Kayu Manis, serta barang dagangan lain yang langka dan mahal
harganya. Namun, bangsa Eropa belum menemukan darimana asal muasal rempah-rempah
tersebut.
“Rahasia
pulau rempah selalu disimpan rapat-rapat oleh Bangsa Arab dan selalu dimitoskan
sebagai daerah penuh marabahaya, buas dan banyak monsters dan terus dipelihara
hingga abad ke-16 M, hingga bangsa Eropa, Spanyol, Portugis, dan Belanda
menemukan sumber rempah di wilayah Maluku,” ucapnya.
Sejarah
Maluku yang mendunia sepanjang abad pertengahan tersebut, mendorong Direktorat
Sejarah, Direktorat Jenderal Kebudayaan, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
untuk mengadakan kegiatan "Ekspedisi Jalur Rempah 2017".
“Kegiatan
ini bertujuan menumbuhkan kesadaran tentang kemaritiman Nusantara, dan
membangkitkan imajinasi NKRI sebagai Negara Kepulauan (Archipelagic State),”
tandasnya.
Mengambil
tema "Sejarah Jalur Rempah Simpul Budaya Maritim dan Budaya
Agraris", diusung untuk
mengingatkan kembali keterkaitan antar kekayaan sumberdaya agraris yang
dimiliki Indonesia dengan kejayaan maritim melalui pelayaran dan perdagangan
rempah di dunia.
Selain
itu, Ekspedisi Jalur Rempah sebagai jalur rempah dalam sejarah Indonesia, tidak
sekedar perdagangan komoditas melainkan menjadi kekuatan yang menyatukan
Indonesia antar satu daerah dengan daerah lainnya, antar suku bangsa, antar nilai-nilai
dan budaya yang pada akhirnya membentuk identitas masyarakat Indonesia.
“Dalam
Ekspedisi Jalur Rempah ini, kami mengajak 100 mahasiswa dan anak muda kreatif
dari seluruh Indonesia, terdiri mahasiswa dari masing-masing provinsi 2 peserta
dengan jumlah 66 peserta dan sisanya 35 orang berasal dari Provinsi Maluku,”
ungkapnya.
Kegiatan
dimulai 9 - 22 Oktober 2017. Pada 10-16 Oktober mahasiswa mengobservasi
lapangan di 5 wilayah, Negeri Luhu (Kecamatan Huamual, Kabupaten Seram Bagian
Barat), Negeri Haruku (Kecamatan Haruku, Kabupaten Maluku Tengah). Juga, Negeri
Tiouw (Kecamatan Saparua, Kabupaten Maluku Tengah), Negeri Abubu (Kecamatan
Nusa Laut, Kabupaten Maluku Tengah), serta Negeri Lontohir (Kecamatan Banda,
Kabupaten Maluku Tengah).
Kegiatan
Pertama, 17-19 Oktober peserta berangkat observasi di lapangan dengan
wawancara, dialog dengan tokoh lokal, pendokumentasian audio/visual. Kedua, pada 20-21 Oktober hasil observasi
lapangan (Ekspose) berupa pameran foto, presentasi karya tulis, pemutaran film
pendek hasil pendokumentasian lapangan.
“Akhirnya,
kepada bapak gubernur dan jajarannya, serta para raja di Pulau Haruku, Nusa
Laut, Saparua, Seram, dan Banda menitipkan adik-adik kami peserta
kegiatan Ekspedisi Jalur Rempah 2017, ” katanya. (em/rel)
0 comments:
Posting Komentar