PADANG,
(GemaMedianet.com) –
Keluarnya Surat Edaran (SE) Gubernur Sumatera Barat tentang dukungan percepatan
tanam padi belum lama ini, mengundang gejolak di tengah masyarakat. Pasalnya,
redaksional surat edaran tersebut dinilai multitafsir, sehingga membuat keresahan dan kekhawatiran di
kalangan petani.
Tak
ingin persoalan surat edaran itu semakin meruncing, Komisi II DPRD Provinsi Sumatera
Barat memanggil Dinas Tanaman Pangan, Hortikultura dan Perkebunan (Distanhorbun)
untuk memberikan penjelasan terkait terbitnya SE Gubernur Sumbar ke gedung DPRD
setempat, Selasa (14/3/2017).
Ketua
Komisi II DPRD Sumatera Barat, Yuliarman
mengatakan, banyak hal terkait kondisi
pertanian termasuk keluarnya SE Gubernur Sumbar tentang Dukungan Gerakan
Percepatan Tanam Padi yang sangat perlu dibahas.
"Komisi
II ingin mendalami lebih jauh substansi dari keluarnya SE Gubernur, sehingga persoalannya
menjadi lebih jelas dan masyarakat bisa memahami SE tersebut," kata
Yuliarman mengawali rapat kerja bersama Dinas Tanaman Pangan, Hortikultura dan
Perkebunan (Distanhorbun).
Sementara
Sekretaris Komisi II, Novrizon secara tegas meminta pelaksanaan SE Gubernur
tersebut ditunda. Pasalnya, dari pengalaman yang ada, serta perjumpaannya
dengan beberapa kepala daerah di Sumatera Barat juga berharap sama, yakni SE
Gubernur tersebut ditunda.
Melihat
kondisi itu, sebut Novrizon, perlu diadakan pembicaraan lebih dulu dengan para kepala
derah berikut dinas terkaitnya, sehingga dapat diketahui kondisi pertanian di
wilayah kabupaten dan kota.
Menurut
Novrizon, kondisi lahan pertanian terutama sawah di setiap daerah tidak sama.
Ada daerah yang mencukupi jaringan irigasinya, ada juga yang tidak. Bahkan, ada
daerah yang jaringan irigasinya tidak memadai.
"Menurut
hematnya memang perlu dibicarakan bagaimana kesiapan kabupaten dan kota dalam
pelaksanaannya Gerakan Percepatan Tanam Padi tersebut," ungkapnya.
Apa
yang disampaikan Novrizon diamini anggota Komisi II Widiyatmo, dan ia menyarankan SE Gubernur Nomor 521.7/2088/Distanhorbun/2017 yang
dikeluarkan tanggal 6 Maret 2017 perlu
direvisi.
Hal senada juga disampaikan Anggota Komisi
II lainnya, Zalman Zaunit dan Sudarmi Saoogo.
Keduanya menilai, perlu adanya koordinasi dengan pemerintah kabupaten dan
kota sebelum SE gubernur tersebut diberlakukan.
“Kondisi lahan pertanian di setiap daerah
itu berbeda-beda. Bagi daerah dengan lahan yang memiliki ketersediaan jaringan
irigasi aktif, tentu pola seperti itu bisa diterapkan. Tapi bagaimana dengan daerah yang jaringan irigasi tidak aktif?” ungkapnya.
Kepala
Distanhorbun Sumbar, Canra yang datang bersama sejumlah stafnya mengatakan, sejak
tahun 2014 Pemerintah Provinsi Sumatera Barat dan Pemerintah Pusat sudah
memiliki komitmen swasembada pangan. Komitmen itu ditandai dengan penetapan
target produksi padi 3 juta ton per tahun,
“Untuk
mencapai target produksi padi 3 juta ton per tahun, sedikitnya lahan pertanian
padi harus bisa panen 2,6 kali setahun. Sedangkan potensi total luas baku tanam
sawah di Sumatera Barat yang harus ditanam sekitar 230 ribu hektar. Oleh karena
itu dengan 2,6 kali tanam setahun, maka harapan realisasi luas tanam per tahun
akan menjadi sekitar 600 ribu hektar dengan asumsi produksi 5 ton per hektar,”
terang Canra.
Ia
menyebutkan, dengan kondisi tersebutlah Dinas Tanaman Pangan, Hortikultura dan Perkebunan
(Distanhorbun) Sumbar memerlukan adanya SE Gubernur. Percepatan pengolahan
lahan seperti yang dituangkan dalam SE Gubernur tersebut, dimaksudkan agar
seluruh lahan pertanian yang ada menjadi lahan produktif.
“Sekaitan
itu, maka lahan yang tidak diolah oleh masyarakat petani akan dikerjasamakan
pengelolaannya melalui UPT Pertanian di wilayah masing-masing dan TNI dengan
pola bagi hasil,” ungkapnya.
Menurutnya,
langkah itu diharapkan dapat menggenjot pemanfaatan lahan pertanian menjadi
lahan produktif, sehingga dapat mendongkrak produksi petani dan memacu
percepatan pencapaian target produksi padi daerah.
Ia
juga mengungkapkan kekhawatirannya, terhadap kondisi alih fungsi lahan
pertanian yang semakin tinggi. Setiap tahun, lahan pertanian terutama sawah
semakin berkurang karena beralih fungsi menjadi permukiman.
“Kondisi
ini harus menjadi perhatian agar lahan tidak semakin menyempit dan nantinya dapat
mengancam ketahanan pangan di Sumatera Barat," ulasnya. (uki)
0 comments:
Posting Komentar