10 Januari 2017

Antoni Tsaputra, ASN Pemko Padang, Mahasiswa Difabel S3 di Sidney

SIDNEY, (Gemamedianet.com) Antoni Tsaputra, ASN (PNS) Pemko Padang ini sekarang sedang menyelesaikan pendidikan doktoral di Universitas New South Wales di Sydney. Menjadi difabel, harus menggunakan kursi roda sejak kecil tidaklah menjadi halangan baginya untuk melanjutkan pendidikan, bahkan di Australia.

Berikut perbincangan Antoni Tsaputra dengan wartawan ABC Australia Plus Indonesia Sastra Wijaya yang dilakukan lewat email, seperti dikutip dari http://www.australiaplus.com. 

Bagaimana perjalanan sampai anda bisa sekolah di Sydney? 

"Saya bisa melanjutkan studi di Sydney atas dukungan dari pemerintah Indonesia dengan Beasiswa penuh dari LPDP Kementerian Keuangan RI. LPDP juga memfasilitasi istri dan ayah saya untuk mendampingi dan merawat saya selama studi di Sydney. Kedutaan Australia di Indonesia juga membantu pengurusan visa saya dan keluarga karena tidak mudah bagi penyandang disabilitas fisik berat (quadriplegia) seperti saya bisa mendapatkan visa untuk long term stay di Australia". 

Latar belakang sekolah dan pekerjaan anda sebelumnya? 

"Saya menyelesaikan studi S1 di Universitas Andalas Padang bidang Sastra Inggris tahun 2000. Kemudian tahun 2011 saya meraih gelar Master of Arts dari Griffith University di Brisbane bidang Journalism and Mass Communication dengan dukungan dari pemerintah Australia (dulu Australian Development Scholarship). Sejak 2004 sampai sekarang saya tercatat sebagai pegawai negeri sipil di Pemerintah Kota Padang. Sejak 2011 saya juga aktif dalam gerakan hak kelompok difabel (disability rights movement) di Indonesia terutama di bidang advokasi hak-hak penyandang disabilitas". 

Latar belakang keluarga sekarang di Sydney dan dulu di Indonesia? 

"Saya merasa beruntung karena keluarga bisa tetap bersama saya di Sydney sehingga tidak begitu merasakan homesick. Istri saya Yuki Melani berasal dari Pontianak, yang saya kenal melalui sosial media, merelakan melepas karirnya yang sedang bagus di sebuah perusahaan ekspedisi terkemuka di Indonesia untuk menikah dan tinggal bersama saya di Padang. Istri saya selalu mendampingi dan membantu saya 24 jam di kantor dan di rumah. Ayah saya Effendi seorang pensiunan PNS juga selalu membantu mengurus saya. Ibu saya Tasmaniar sekali setahun juga mengunjungi kami beberapa bulan di Sydney. Kisah hidup saya sudah ditulis kedalam novel terbitan Republika dengan judul Sedikit di Atas Cinta". 

Sebagai seorang difabel, bagaimana perbedaan situasi di Indonesia dan di Australia berkenaan dengan hal ini (fasilitas di kampus, rumah dan sekolah)? 

"Selama tinggal di Australia saya merasakan dan menikmati kebebasan gerak dan mobilitas dikarenakan fasilitas umum dan transportasi yang sangat accessible bagi pengguna kursi roda; ditambah lagi ketersediaan teknologi yang membantu (assistive technology) seperti kursi roda listrik (electric wheelchair) yang sangat menunjang mobilitas saya. Saat saya studi S1 di Indonesia dulu sama sekali tidak ada fasilitas fisik dan non-fisik yang mengakomodir kebutuhan khusus mahasiswa disabilitas terutama pengguna kursi roda. Semua harus saya dan keluarga pikirkan sendiri bagaimana mengatasi ketiadaan akses di kampus dan fasilitas umum. Namun beberapa tahun terakhir berkat perjuangan advokasi teman-teman disabilitas di Indonesia sudah mulai ada sedikit perubahan seperti beberapa kampus di Yogyakarta sudah mulai membangun akses kursi roda. Saya berharap ke depannya Indonesia akan semakin inklusif terhadap penyandang disabilitas dalam pembangunan. Jika saat ini Indonesia memfokuskan pada pembangunan infrastruktur maka inklusivitas disabilitas seharusnya juga bisa diintegrasikan ke dalamnya melalui perencanaan dan penganggaran pembangunan infrastruktur yang inklusif disabilitas. Dengan demikian sebagai contoh ketika membangun sarana umum dan transportasi juga dipikirkan apa yang menjadi kebutuhan khusus disabilitas". 

Kesulitan apa yang anda paling rasakan dalam studi ini, apakah kesulitan fisik atau lebih pada masalah pandangan atau persepsi orang lain terhadap mereka yang difabel? 

"Selama menempuh studi di Australia saya bisa katakan tidak ada kesulitan fisik yang saya hadapi dikarenakan ketersediaan aksesibilitas fisik dan assistive technology yang saya bilang tadi. Meskipun beberapa teman disabilitas warga Australia mengeluhkan masih adanya masalah pandangan atau persepsi masyarakat, namun secara pribadi saya belum mengalaminya di sini. Kesulitan nya ya mungkin dari studi PhD itu sendiri yang memang sulit dan dialami oleh semua mahasiswa PhD". 

Apa nasehat anda bagi mereka yang berada dalam situasi yang sama dengan anda dan bercita-cita juga melakukan hal yang sama (melanjutkan pendidikan misalnya)? 

"Untuk teman-teman disabilitas di Indonesia, Australia atau dimana saja yang ingin maju di pendidikan saya ingin sampaikan bahwa tetap berusaha mewujudkan impian melanjutkan studi setinggi-tingginya. Pendidikan adalah salah satu jalan bagi disabilitas atau difabel untuk bisa hidup mandiri dan berkontribusi positif ke masyarakat dan pemerintah. Dengan pendidikan kita bisa membuat perubahan yang berarti (make meaningful changes) termasuk mengubah pandangan stereotip masyarakat tentang penyandang disabilitas. Percayalah selalu ada jalan jika kita bersungguh-sungguh. Disabilitas tidak akan menjadi penghalang bila kita memiliki kemauan yang kuat . "Man Jadda Wa Jadda" (Siapapun Berusaha Keras Akan Mencapai Keberhasilan )". (LL/Tf) 

Ket Foto: Antony Tsaputara & Penyandang Disabilitas Kota Padang bersama Walikota Padang H. Mahyeldi Ansharullah, SP dan Wakil Walikota Padang Ir. Emzalmi, M.SI, saat meresmikan Jalan Ramah Disabilitas (Jln. Permindo Padang), 30/09/2016 lalu.

0 comments:

Posting Komentar

PRAKIRAAN CUACA

eqmap

SOLOK SELATAN

Iklan

POLDA SUMBAR

iklan

TwitterFacebookGoogle PlusInstagramRSS FeedEmail

Statistic Views

Iklan

iklan KPU Pesisir Selatan

Terkini

Iklan

FACEBOOK - TWEETER

Iklan

BUMN

Iklan

REMAJA DAN PRESTASI

Iklan

iklan

Arsip Blog